III. KESADAHAN AIR

Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral yang terdapat di dalam air umumnya mengandung ion Ca2+ dan Mg2+. Selain ion kalsium dan magnesium, penyebab kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun garam-garam bikarbonat dan sulfat. Kesadahan air ini dapat dilihat pada air ketika sedang mencuci, karena sebenarnya air sadah sendiri adalah air biasa yang sering digunakan sehari-hari. Dari air tersebut kita akan menemukan dua jenis air:

Air Lunak
Jika busa sabun yang dihasilkan pada air itu cukup banyak maka air tersebut termasuk air lunak. Air lunak adalah air yang mengandung kadar mineral yang rendah. Penentuan air ini dilihat dari jumlah busa sabun yang dihasilkan.

Air Sadah (hard water)
Jika busa sabun yang dihasilkan pada air itu sangat sedikit atau bahkan tidak menghasilkan sabun sama sekali maka air tersebut merupakan air sadah. Air sadah ini adalah air yang mengandung kadar mineral yang sangat tinggi. Biasanya secara fisik terlihat air tampak keruh. Kesadahan air total dinyatakan dalam satuan ppm berat per volume (w/v) dari CaCO3. Air sadah yang bercampur sabun dapat membentuk gumpalan (scum) yang sukar dihilangkan.
Air sadah digolongkan menjadi dua jenis, berdasarkan jenis anion yang diikat oleh kation (Ca2+ atau Mg2+), yaitu air sadah sementara dan air sadah tetap.
Air Sadah Sementara, yaitu air yang mengandung garam hidrogen karbonat (Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2). Senyawa Kalsium Karbonat dan Magnesium Karbonat dari batu kapur dan dolomite dapat larut menjadi senyawa Bikarbonat karena adanya gas karbondioksida di udara.
CaCO3(S) + 2 H2O(l) + CO2(g) → Ca(HCO3)2
Air Sadah Tetap, yaitu air yang mengandung garam selain garam hidrogen karbonat, seperti garam sulfat (CaSO4, MgSO4) dan garam klorida (CaCl2, MgCl2). Air sadah tetap tidak dapat dihilangkan dengan pemanasan, tetapi harus ditambahkan Natrium Karbonat (soda)
MgCl2(aq) + Na2CO3(aq) → MgCO3(s) + 2NaCl(aq)
Air sadah kurang baik apabila digunakan untuk mencuci dengan menggunakan sabun (NaC17H35COO). Hal ini disebabkan karena ion Ca2+ atau Mg2+ dalam air sadah dapat mengendapkan sabun sehingga membentuk endapan berminyak yang terapung dipermukaan air. Dengan demikian, sabun hanya sedikit membuih dan daya pembersih sabun berkurang.
2NaC17H35COO(aq) + Ca2+ → Ca(C17H35COO)2 (s) + 2Na+(aq)

Walaupun tidak berbahaya, air sadah dapat menimbulkan kerugian, diantaranya :
• Kesadahan Air dapat menurunkan efisiensi dari deterjen dan sabun.
• Kesadahan Air dapat menyebabkan noda pada bahan pecah belah dan bahan flat.
• Kesadahan Air dapat menyebabkan bahan linen berubah pucat.
• Mineral Kesadahan Air dapat menyumbat semburan pembilas dan saluran air.
• Residu Kesadahan Air dapat melapisi elemen pemanas dan menurunkan efisiensi panas.
• Kesadahan Air dapat menciptakan biuh logam pada kamar mandi shower dan bathtubs.

Menghilangkan Kesadahan
Pemanasan. Pemanasan dapat menghilangkan kesadahan sementara. Pada suhu tinggi, garam hidrogen karbonat Ca(HCO3)2 akan terutarai, sehingga ion Ca2+ akan mengendap sebagai CaCO3
Ca(HCO3)2(aq) à CaCO3(s) + CO2(g) + H2O(l)
Penambahan ion karbonat. Soda (NaCO3).10H2O yang ditambahkan dalam air sadah dapat mengendapkan ion Ca2+ menjadi endapan CaCO3.
Na2CO3.10H2O(s) à 2Na+(aq) + CO32- + 10H2O
CaCl2 à Ca2+(aq) + 2Cl-(aq)
Na2CO3.10H2O(s) + CaCl2 à 2NaCl + CaCO3 + 10H2O
Menggunakan zat pelunak air. Natrium Heksametafosfat [Na2(Na4(PO3))] dapat digunakan untuk menghilangkan air sadah yang mengandung ion Ca2+ dan Mg2+. Kedua ion ini akan diubah menjadi ion kompleks yang mudah larut, sehingga tidak dapat bergabung dengan ion dari sabun.
Na2[Na4(PO3)6](s) à 2Na+(aq) + [Na4(PO3)6]2-(aq)
CaCl2 à Ca2+ + 2Cl-
Na2[Na4(PO3)6] + CaCl2 à 2NaCl + Ca[Na4(PO3)6]
Menggunakan resin penukar ion. Resin berfungsi mengikat semua kation atau anion yang ada di dalam air sadah.

IV. PROSES EKSTRAKSI LOGAM ALKALI TANAH
Ekstraksi adalah pemisahan suatu unsur dari suatu senyawa. Logam alkali tanah dapat di ekstraksi dari senyawanya. Untuk mengekstraksinya kita dapat menggunakan dua cara, yaitu metode reduksi dan metode elektrolisis.

Ekstraksi Berilium (Be)
Metode reduksi
Untuk mendapatkan Berilium, bisa didapatkan dengan mereduksi BeF2. Sebelum mendapatkan BeF2, kita harus memanaskan beril [Be3Al2(SiO6)3] dengan Na2SiF¬6 hingga 700 0C. Karena beril adalah sumber utama berilium.
BeF¬2 + Mg à MgF2 + Be

Metode Elektrolisis
Untuk mendapatkan berilium juga kita dapat mengekstraksi dari lelehan BeCl2 yang telah ditambah NaCl. Karena BeCl¬2 tidak dapat mengahantarkan listrik dengan baik, sehingga ditambahkan NaCl. Reaksi yang terjadi adalah :
Katoda : Be2+ + 2e- à Be
Anode : 2Cl- à Cl2 + 2e-

Ekstraksi Magnesium (Mg)
Metode Reduksi
Untuk mendapatkan magnesium kita dapat mengekstraksinya dari dolomit [MgCa(CO3)2] karena dolomite merupakan salah satu sumber yang dapat menhasilkan magnesium. Dolomite dipanaskan sehingga terbentuk MgO.CaO. lalu MgO.CaO. dipanaskan dengan FeSi sehingga menhasilkan Mg.
2[ MgO.CaO] + FeSi à 2Mg + Ca2SiO4 + Fe

Metode Elektrolisis
Selain dengan ekstraksi dolomite magnesium juga bisa didapatkan dengan mereaksikan air alut dengan CaO. Reaksi yang terjadi :
CaO + H2O à Ca2+ + 2OH-
Mg2+ + 2OH- à Mg(OH)2
Selanjutnya Mg(OH)2 direaksikan dengan HCl Untuk membentuk MgCl2
Mg(OH)2 + 2HCl à MgCl2 + 2H2O
Setelah mendapatkan lelehan MgCl2 kita dapat mengelektrolisisnya untuk mendapatkan magnesium
Katode : Mg2+ + 2e- à Mg
Anode : 2Cl- à Cl2 + 2e-

Ekstraksi Kalsium (Ca)
Metode Elektrolisis
Batu kapur (CaCO3) adalah sumber utama untuk mendapatkan kalsium (Ca). Untuk mendapatkan kalsium, kita dapat mereaksikan CaCO3 dengan HCl agar terbentuk senyawa CaCl2. Reaksi yang terjadi :
CaCO3 + 2HCl à CaCl2 + H2O + CO2

Setelah mendapatkan CaCl2, kita dapat mengelektrolisisnya agar mendapatkan kalsium (Ca). Reaksi yang terjadi :
Katoda ; Ca2+ + 2e- à Ca
Anoda ; 2Cl- à Cl2 + 2e-

Metode Reduksi

Logam kalsium (Ca) juga dapat dihasilkan dengan mereduksi CaO oleh Al atau dengan mereduksi CaCl2¬ oleh Na. Reduksi CaO oleh Al
6CaO + 2Al à 3 Ca + Ca3Al2O6

Reduksi CaCl2 oleh Na
CaCl2 + 2 Na à Ca + 2NaCl

Ekstraksi Strontium (Sr)
Metode Elektrolisis
Untuk mendapatkan Strontium (Sr), Kita bisa mendapatkannya dengan elektrolisis lelehan SrCl2¬. Lelehan SrCl2 bisa didapatkan dari senyawa selesit [SrSO4]. Karena Senyawa selesit merupakan sumber utama Strontium (Sr). Reaksi yang terjadi ;
katode ; Sr2+ +2e- à Sr
anoda ; 2Cl- à Cl2 + 2e-

Ekstraksi Barium (Ba)
Metode Elektrolisis
Barit (BaSO4) adalah sumber utama untuk memperoleh Barium (Ba). Setelah diproses menjadi BaCl2 barium bisa diperoleh dari elektrolisis lelehan BaCl2. Reaksi yang terjadi :
katode ; Ba2+ +2e- à Ba
anoda ; 2Cl- à Cl2 + 2e-

Metode Reduksi
Selain dengan elektrolisis, barium bisa kita peroleh dengan mereduksi BaO oleh Al. Reaksi yang terjadi :
6BaO + 2Al à 3Ba + Ba3Al2O6.

V. KEBERADAAN DI ALAM
Logam alkali tanah memilii sifat yang reaktif sehingga di alam hanya ditemukan dalam bentuk senyawanya. Berikut keberadaan senyawa yang mengandung logam alkali :
Berilium. Berilium tidak begitu banyak terdapat di kerak bumi, bahkan hampir bisa dikatakan tidak ada. Sedangkan di alam berilium dapat bersenyawa menjadi Mineral beril [Be3Al2(SiO 6)3], dan Krisoberil [Al2BeO4].

Magnesium. Magnesium berperingkat nomor 7 terbanyak yang terdapat di kerak bumi, dengan 1,9% keberadaannya. Di alam magnesium bisa bersenyawa menjadi Magnesium Klorida [MgCl2], Senyawa Karbonat [MgCO3], Dolomit [MgCa(CO3)2], dan Senyawa Epsomit [MgSO4.7H2O]

Kalsium. Kalsium adalah logam alkali yang paling banyak terdapat di kerak bumi. Bahkan kalsium menjadi nomor 5 terbanyak yang terdapat di kerak bumi, dengan 3,4% keberadaanya. Di alam kalsium dapat membentuk senyawa karbonat [CaCO3], Senyawa Fospat [CaPO4], Senyawa Sulfat [CaSO4], Senyawa Fourida [CaF]

Stronsium. Stronsium berada di kerak bumi dengan jumlah 0,03%. Di alam strontium dapat membuntuk senyawa Mineral Selesit [SrSO4], dan Strontianit

Barium. Barium berada di kerak bumi sebanyak 0,04%. Di alam barium dapat membentuk senyawa : Mineral Baritin [BaSO4], dan Mineral Witerit [BaCO3]

VI. APLIKASI LOGAM ALKALI TANAH
Berilium (Be)
1. Berilium digunakan untuk memadukan logam agar lebih kuat, akan tetapi bermasa lebih ringan. Biasanya paduan ini digunakan pada kemudi pesawat Zet.
2. Berilium digunakan pada kaca dari sinar X.
3. Berilium digunakan untuk mengontrol reaksi fisi pada reaktor nuklir
4. Campuran berilium dan tembaga banyak dipakai pada alat listrik, maka Berilium sangat penting sebagai komponen televisi.

Magnesium (Mg)
1. Magnesium digunakan untuk memberi warna putih terang pada kembang api dan pada lampu Blitz.
2. Senyawa MgO dapat digunakan untuk melapisi tungku, karena senyawa MgO memiliki titik leleh yang tinggi.
3. Senyawa Mg(OH)2 digunakan dalam pasta gigi untuk mengurangi asam yang terdapat di mulut dan mencagah terjadinnya kerusakan gigi, sekaligus sebagai pencegah maag
4. Mirip dengan Berilium yang membuat campuran logam semakin kuat dan ringan sehingga biasa digunakan pada alat alat rumah tangga.

Kalsium (Ca)
1. Kalsium digunakan pada obat obatan, bubuk pengembang kue dan plastik.
2. Senyawa CaSO4 digunakan untuk membuat Gips yang berfungsi untuk membalut tulang yang patah.
3. Senyawa CaCO3 biasa digunakan untuk bahan bangunan seperti komponen semen dan cat tembok.Selain itu digunakan untuk membuat kapur tulis dan gelas.
4. Kalsium Oksida (CaO) dapat mengikat air pada Etanol karena bersifat dehidrator,dapat juga mengeringkan gas dan mengikat Karbondioksida pada cerobong asap.
5. Ca(OH)2 digunakan sebagai pengatur pH air limbah dan juga sebagai sumber basa yang harganya relatif murah
6. Kalsium Karbida (CaC2) disaebut juga batu karbit merupakan bahan untuk pembuatan gas asetilena (C2H2) yang digunakan untuk pengelasan.
7. Kalsium banyak terdapat pada susu dan ikan teri yang berfungsi sebagai pembentuk tulang dan gigi.

Stronsium (Sr)
1. Stronsium dalam senyawa Sr(no3)2 memberikan warna merah apabila digunakan untuk bahan kembang api.
2. Stronsium sebagai senyawa karbonat biasa digunakan dalam pembuatan kaca televisi berwarna dan komputer.
3. Untuk pengoperasian mercusuar yang mengubah energi panas menjadi listrik dalam baterai nuklir RTG (Radiisotop Thermoelectric Generator).

Barium (Ba)
1. BaSO4 digunakan untuk memeriksa saluran pencernaan karena mampu menyerap sinar X meskipun beracun.
2. BaSO4 digunakan sebagai pewarna pada plastic karena memiliki kerapatan yang tinggi dan warna terang.
3. Ba(NO3)2 digunakan untuk memberikan warna hijau pada kembang api.

Leave a comment »

menteri diambil dari ABRI

Cari Penghasilan di Masa Pensiun
ABRI yang dikaryakan di jabatan sipil masih tetap ada, walau dicoba ditekan. Soalnya, itulah tempat mereka mencari penghasilan di saat pensiun.
SUDAH dua bulan Kolonel Herman Ibrahim, 50 tahun, menanggalkan baju tentaranya. Kini, ia lebih banyak berbusana safari. Bidang kerja yang sekarang ditangani oleh mantan Kepala Penerangan Kodam Siliwangi itu sebenarnya tak terlalu jauh berbeda dengan yang lama, hanya dunianya yang berbeda. Dari dunia militer, kini ia terjun ke ladang sipil dengan menjadi Kepala Biro Humas Departemen Dalam Negeri.

Setelah menjadi juru bicara untuk tiga pangdam selama lebih dari lima tahun, Herman kemudian ditarik oleh Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid?mantan Kapendam Siliwangi?untuk menjadi juru bicara departemennya. Herman adalah salah satu contoh anggota ABRI aktif yang masuk dalam jalur kekaryaan. Artinya, untuk sementara ia tidak bekerja di ABRI, melainkan ditempatkan pada jabatan sipil di birokrasi atau BUMN.

Kekaryaan inilah yang menurut para pimpinan ABRI kerap dikacaukan dengan dwifungsi. Padahal, bagi mereka, dwifungsi punya arti lebih luas, yaitu komitmen ABRI untuk bersama-sama rakyat berjuang mencapai tujuan nasional. ”Dwifungsi tak ada kaitannya dengan jabatan,” kata Brigjen Nurhadi Purwosaputro, semasa menjadi Kepala Pusat Penerangan ABRI. Apa pun jawabannya, nyatanya kekaryaan itulah yang menyebabkan ABRI sulit melepaskan fungsi sospol dari dwifungsinya. Soalnya, sudah bukan rahasia lagi, banyak perwira yang menjelang pensiun bercita-cita untuk meneruskan kariernya sebagai gubernur atau bupati, dua jabatan sipil yang diincar. ”Jadi, ini semacam pensiun untuk ABRI,” ujar pengamat militer Indonesia asal Australia, Harold Crouch, kepada Purwani D. Prabandari dari TEMPO.

Faktanya, jumlah perwira yang bekerja dalam birokrasi memang lumayan besar, walaupun selama dasawarsa terakhir, dengan banyaknya kritikan, pemerintah mencoba menekannya. Dalam buku Bila ABRI Menghendaki, yang ditulis berdasar penelitian beberapa orang LIPI, disebutkan bahwa dari 23 orang menteri dalam Kabinet Pembangunan I, ada 8 orang alias 24 persen yang berasal dari ABRI. Jumlah ini naik turun dalam kabinet-kabinet selanjutnya. Jumlah duta besar dari ABRI pun menurun dari 44 persen di awal pelita I menjadi 17 persen dalam jangka waktu 25 tahun. Begitu juga jabatan gubernur. Menurut Rudini, selama ia menjabat Mendagri, jumlah gubernur ia tekan dari hampir 60 persen sampai tinggal 38 persen.

Walaupun jumlahnya dicoba diturunkan, tetap saja kritik berhamburan karena mereka dianggap mengambil jatah warga sipil. Sebenarnya, ketika kekaryaan mula-mula digunakan, tak ada sepotong protes pun dilontarkan warga sipil. Para pemimpin ABRI itu dianggap mampu meredam konflik yang terjadi. Sesudah pemberontakan G30S/PKI, misalnya, ketika banyak gubernur dan bupati dibunuh atau bersembunyi, para perwira ABRI mengambil alih kekosongan sehingga roda pemerintahan tetap bisa berjalan. Semua tenaga dikerahkan. Sampai-sampai, menurut cerita Rudini, ada seorang lulusan AMN berpangkat letnan satu yang dijadikan bupati, tapi belakangan ia ditarik lagi karena jabatan itu minimal dipegang oleh seorang mayor.

Pengisian jabatan sipil oleh kader bersenjata ini kemudian berjalan terus. Alasannya, menurut penilaian Wakil Direktur CSIS Harry Tjan Silalahi, adalah karena kaderisasi tokoh sipil terhambat dengan terpecahnya mereka dalam berbagai kelompok. Sementara itu, ABRI secara sistematis sudah membuat pengaderan. Keadaan ini makin diperburuk karena selama Soeharto berkuasa ia lebih percaya bila jabatan-jabatan penting itu dipegang oleh para perwira ABRI. Maka, sipil pun mengalami stagnasi.

Memang, tak ada aturan tertulis yang mengatur kapan seorang perwira harus menggantikan warga sipil. Yang ada hanyalah konsensus antara warga sipil dan militer bahwa bila daerah itu rawan, sebaiknya gubernurnya diambil dari ABRI. Menurut istilah Harry Tjan, kekaryaan ini bukanlah jatah, tapi berdasar pada prinsip the right man on the right place, dan berpegang pada kebutuhan serta permintaan. Namun, karena ABRI selalu menekankan alasan stabilitas, selama bertahun-tahun mereka punya alasan untuk menempatkan anggotanya. Tapi hal ini dibantah oleh Mayjen (Purn.) Adang Ruchiatna, Irjen Departemen Sosial. ”Tidak pernah ABRI melacurkan diri dan memaksakan maunya sendiri,” ujarnya. Masuknya ia ke Departemen Sosial, sebagai contoh, adalah atas permintaan Menteri Sosial sendiri.

Apa pun jawaban mereka, tuntutan kaum sipil agar jabatan mereka dikembalikan makin nyaring. Tampaknya, protes ini membuat Pangab Wiranto risi. Akhir September lalu, dalam sebuah seminar ”Peran ABRI Abad XXI” di Bandung, Wiranto mengumumkan empat paradigma baru ABRI. Salah satunya adalah membagi peran politik dengan sipil dan mengubah cara mempengaruhi masyarakat dari langsung menjadi tidak langsung.

Paradigma baru ini, ujar Herman Ibrahim, membawa konsekuensi agar kekaryaan ABRI ditarik. Hal ini disetujui oleh Rudini. ”Tugas kekaryaan out, dihapus. Tapi dwifungsinya diperbaiki,” ujar Direktur Lembaga Pengkajian Strategis Indonesia. Tentu saja, sebagai warga negara biasa, seperti halnya pegawai negeri sipil, mereka juga punya hak untuk duduk di pemerintahan. Syaratnya, mereka harus pensiun dulu dari jabatannya di ABRI dan ikut pemilihan lewat jalur biasa.

Masalahnya, bila mereka masuk melalui jalur biasa, apakah sebenarnya mereka punya kemampuan untuk memegang jabatan tersebut? Selama ini pendapat yang berkembang adalah ABRI merupakan kawah candradimuka yang baik untuk mencetak calon pemimpin yang teruji. Organisasi mereka yang solid tak bakal tersaingi oleh kelompok sipil.

Kini pendapat itu banyak disangsikan. Dilihat dari bibitnya saja, calon pemimpin ABRI tersebut bukan berasal dari bibit unggul. Berdasar data dari Markas Komando Akabri tahun akademik 1993/1994, calon taruna yang rankingnya tinggi dan punya nilai ebtanas murni (NEM) di atas 50 hanya sekitar 12 persen dari 2.500 calon. Bila sudah lulus pun, yang 12 persen inilah yang bakal melejit jadi jenderal. Menurut J. Kristiadi, Wakil Direktur CSIS, yang punya banyak hubungan dengan ABRI, kenaikan pangkat di ABRI?terutama pada zaman Soeharto?tak lagi berdasar kemampuan dan kualitas calon, tapi karena kedekatannya dengan sumber kekuasaan. Karena itu, tak aneh bila dalam dekade terakhir, kualitas pucuk pimpinan ABRI merosot.

Dengan mutu seperti itu, mereka harus bersaing dengan calon-calon pemimpin sipil yang secara profesional kini punya banyak wahana untuk mengasah kemampuannya. Kalau melihat daftar riwayat hidup para eksekutif muda di dunia bisnis saat ini, tampaknya sejak awal mereka sudah terbiasa bersaing untuk mendapatkan sekolah maupun pekerjaan yang terbaik. Mereka pun jauh lebih pandai bernegosiasi dengan pelbagai pihak?suatu hal yang tak mungkin teruji pada perwira ABRI yang terbiasa dengan sistem komando dari atas. Padahal, modal itulah yang dibutuhkan bagi pemimpin di masa depan, yang lebih mengandalkan perdagangan ketimbang perang.

Kekurangan ini disadari benar oleh Herman Ibrahim, Kepala Biro Humas Departemen Dalam Negeri yang bisa masuk ke departemen itu lantaran ditarik oleh Syarwan Hamid. Diakuinya, perwira akan efektif pada tahap-tahap pekerjaan yang memerlukan suatu pergantian yang sifatnya berupa tindakan khusus, seperti memperbaiki sistem. Namun, pada tahap-tahap manajerial yang lebih spesifik, ABRI tak bisa mengerjakan semuanya karena memerlukan keahlian. ”Seperti saya, mungkin untuk tahap-tahap tertentu masih dibutuhkan pengalaman di penerangan kodam. Tapi kalau sudah menyangkut bagaimana konsep dan manajerial kehumasan, saya tak punya latar belakang. Jadi, saya mungkin harus diganti orang lain,” ujarnya. Tapi, Adang Ruchiatna tak sependapat. Menurut Adang, setiap orang punya kelebihan masing-masing. ”Ada juga purnawirawan ABRI yang kinerjanya jauh lebih bagus dibandingkan dengan eksekutif muda,” tandasnya.

Benarkah? Beberapa eksekutif muda yang dihubungi membantahnya. Menurut mereka, para perwira ABRI memang punya kelebihan dibandingkan dengan warga sipil karena disiplin dan menguasai strategi dengan baik. Mereka juga punya kesehatan fisik yang prima. Tapi, di luar itu, para eksekutif itu merasa lebih unggul. Misalnya, dalam kepiawaian bernegosiasi. Menurut seorang eksekutif muda perbankan yang tidak bersedia disebut namanya, karena dunia militer tak mengenal kata kalah, maka para perwira itu tidak mampu menerapkan prinsip win-win yang kini banyak dipakai para eksekutif. ”Mereka juga tidak punya visi bisnis, di samping kurangnya latar belakang bisnis,” ujar Ahmad Mukhlis Yusuf, Direktur PT Citra Industry, yang di usia 33 tahun sudah mengantongi gelar magister manajemen, kepada Agus Hidayat dari TEMPO.

Karena itu, mereka menyarankan agar para perwira ABRI ?yang biasanya mendapat posisi sebagai direktur atau komisaris karena hadiah dari para pemilik perusahaan?hendaknya mengambil training atau sekolah lanjutan sebelum dikaryakan. Jika terbukti gagal, mereka juga harus rendah hati dengan bersedia dicopot; suatu hal yang sulit dilakukan bila mereka berpendapat bahwa kekaryaan inilah kartu pensiun mereka.

Diah Purnomowati, Darmawan S., Hani P.,Hendriko L.W., Raju F.

Kekaryaan ABRI

Jumlah Menteri dari ABRI

Kabinet Pembangunan l : 8 (semua aktif)

Kabinet Pembangunan ll : 6 (semua aktif)

Kabinet Pembangunan lll : 15 (14 aktif + 1 purnawirawan)

Kabinet Pembangunan lV : 17 (4 aktif + 13 purnawirawan)

Kabinet Pembangunan V : 14 (4 aktif + 10 purnawirawan)

Kabinet Pembangunan Vl : 10 (4 aktif + 6 purnawirawan)

Jumlah Gubernur dari ABRI

Pelita l : 19 orang

Pelita ll : 20 orang

Pelita lll : 16 orang

Pelita lV : 14 orang

Pelita V : 12 orang

Leave a comment »

Cari Penghasilan di Masa Pensiun
ABRI yang dikaryakan di jabatan sipil masih tetap ada, walau dicoba ditekan. Soalnya, itulah tempat mereka mencari penghasilan di saat pensiun.
SUDAH dua bulan Kolonel Herman Ibrahim, 50 tahun, menanggalkan baju tentaranya. Kini, ia lebih banyak berbusana safari. Bidang kerja yang sekarang ditangani oleh mantan Kepala Penerangan Kodam Siliwangi itu sebenarnya tak terlalu jauh berbeda dengan yang lama, hanya dunianya yang berbeda. Dari dunia militer, kini ia terjun ke ladang sipil dengan menjadi Kepala Biro Humas Departemen Dalam Negeri.

Setelah menjadi juru bicara untuk tiga pangdam selama lebih dari lima tahun, Herman kemudian ditarik oleh Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid?mantan Kapendam Siliwangi?untuk menjadi juru bicara departemennya. Herman adalah salah satu contoh anggota ABRI aktif yang masuk dalam jalur kekaryaan. Artinya, untuk sementara ia tidak bekerja di ABRI, melainkan ditempatkan pada jabatan sipil di birokrasi atau BUMN.

Kekaryaan inilah yang menurut para pimpinan ABRI kerap dikacaukan dengan dwifungsi. Padahal, bagi mereka, dwifungsi punya arti lebih luas, yaitu komitmen ABRI untuk bersama-sama rakyat berjuang mencapai tujuan nasional. ”Dwifungsi tak ada kaitannya dengan jabatan,” kata Brigjen Nurhadi Purwosaputro, semasa menjadi Kepala Pusat Penerangan ABRI. Apa pun jawabannya, nyatanya kekaryaan itulah yang menyebabkan ABRI sulit melepaskan fungsi sospol dari dwifungsinya. Soalnya, sudah bukan rahasia lagi, banyak perwira yang menjelang pensiun bercita-cita untuk meneruskan kariernya sebagai gubernur atau bupati, dua jabatan sipil yang diincar. ”Jadi, ini semacam pensiun untuk ABRI,” ujar pengamat militer Indonesia asal Australia, Harold Crouch, kepada Purwani D. Prabandari dari TEMPO.

Faktanya, jumlah perwira yang bekerja dalam birokrasi memang lumayan besar, walaupun selama dasawarsa terakhir, dengan banyaknya kritikan, pemerintah mencoba menekannya. Dalam buku Bila ABRI Menghendaki, yang ditulis berdasar penelitian beberapa orang LIPI, disebutkan bahwa dari 23 orang menteri dalam Kabinet Pembangunan I, ada 8 orang alias 24 persen yang berasal dari ABRI. Jumlah ini naik turun dalam kabinet-kabinet selanjutnya. Jumlah duta besar dari ABRI pun menurun dari 44 persen di awal pelita I menjadi 17 persen dalam jangka waktu 25 tahun. Begitu juga jabatan gubernur. Menurut Rudini, selama ia menjabat Mendagri, jumlah gubernur ia tekan dari hampir 60 persen sampai tinggal 38 persen.

Walaupun jumlahnya dicoba diturunkan, tetap saja kritik berhamburan karena mereka dianggap mengambil jatah warga sipil. Sebenarnya, ketika kekaryaan mula-mula digunakan, tak ada sepotong protes pun dilontarkan warga sipil. Para pemimpin ABRI itu dianggap mampu meredam konflik yang terjadi. Sesudah pemberontakan G30S/PKI, misalnya, ketika banyak gubernur dan bupati dibunuh atau bersembunyi, para perwira ABRI mengambil alih kekosongan sehingga roda pemerintahan tetap bisa berjalan. Semua tenaga dikerahkan. Sampai-sampai, menurut cerita Rudini, ada seorang lulusan AMN berpangkat letnan satu yang dijadikan bupati, tapi belakangan ia ditarik lagi karena jabatan itu minimal dipegang oleh seorang mayor.

Pengisian jabatan sipil oleh kader bersenjata ini kemudian berjalan terus. Alasannya, menurut penilaian Wakil Direktur CSIS Harry Tjan Silalahi, adalah karena kaderisasi tokoh sipil terhambat dengan terpecahnya mereka dalam berbagai kelompok. Sementara itu, ABRI secara sistematis sudah membuat pengaderan. Keadaan ini makin diperburuk karena selama Soeharto berkuasa ia lebih percaya bila jabatan-jabatan penting itu dipegang oleh para perwira ABRI. Maka, sipil pun mengalami stagnasi.

Memang, tak ada aturan tertulis yang mengatur kapan seorang perwira harus menggantikan warga sipil. Yang ada hanyalah konsensus antara warga sipil dan militer bahwa bila daerah itu rawan, sebaiknya gubernurnya diambil dari ABRI. Menurut istilah Harry Tjan, kekaryaan ini bukanlah jatah, tapi berdasar pada prinsip the right man on the right place, dan berpegang pada kebutuhan serta permintaan. Namun, karena ABRI selalu menekankan alasan stabilitas, selama bertahun-tahun mereka punya alasan untuk menempatkan anggotanya. Tapi hal ini dibantah oleh Mayjen (Purn.) Adang Ruchiatna, Irjen Departemen Sosial. ”Tidak pernah ABRI melacurkan diri dan memaksakan maunya sendiri,” ujarnya. Masuknya ia ke Departemen Sosial, sebagai contoh, adalah atas permintaan Menteri Sosial sendiri.

Apa pun jawaban mereka, tuntutan kaum sipil agar jabatan mereka dikembalikan makin nyaring. Tampaknya, protes ini membuat Pangab Wiranto risi. Akhir September lalu, dalam sebuah seminar ”Peran ABRI Abad XXI” di Bandung, Wiranto mengumumkan empat paradigma baru ABRI. Salah satunya adalah membagi peran politik dengan sipil dan mengubah cara mempengaruhi masyarakat dari langsung menjadi tidak langsung.

Paradigma baru ini, ujar Herman Ibrahim, membawa konsekuensi agar kekaryaan ABRI ditarik. Hal ini disetujui oleh Rudini. ”Tugas kekaryaan out, dihapus. Tapi dwifungsinya diperbaiki,” ujar Direktur Lembaga Pengkajian Strategis Indonesia. Tentu saja, sebagai warga negara biasa, seperti halnya pegawai negeri sipil, mereka juga punya hak untuk duduk di pemerintahan. Syaratnya, mereka harus pensiun dulu dari jabatannya di ABRI dan ikut pemilihan lewat jalur biasa.

Masalahnya, bila mereka masuk melalui jalur biasa, apakah sebenarnya mereka punya kemampuan untuk memegang jabatan tersebut? Selama ini pendapat yang berkembang adalah ABRI merupakan kawah candradimuka yang baik untuk mencetak calon pemimpin yang teruji. Organisasi mereka yang solid tak bakal tersaingi oleh kelompok sipil.

Kini pendapat itu banyak disangsikan. Dilihat dari bibitnya saja, calon pemimpin ABRI tersebut bukan berasal dari bibit unggul. Berdasar data dari Markas Komando Akabri tahun akademik 1993/1994, calon taruna yang rankingnya tinggi dan punya nilai ebtanas murni (NEM) di atas 50 hanya sekitar 12 persen dari 2.500 calon. Bila sudah lulus pun, yang 12 persen inilah yang bakal melejit jadi jenderal. Menurut J. Kristiadi, Wakil Direktur CSIS, yang punya banyak hubungan dengan ABRI, kenaikan pangkat di ABRI?terutama pada zaman Soeharto?tak lagi berdasar kemampuan dan kualitas calon, tapi karena kedekatannya dengan sumber kekuasaan. Karena itu, tak aneh bila dalam dekade terakhir, kualitas pucuk pimpinan ABRI merosot.

Dengan mutu seperti itu, mereka harus bersaing dengan calon-calon pemimpin sipil yang secara profesional kini punya banyak wahana untuk mengasah kemampuannya. Kalau melihat daftar riwayat hidup para eksekutif muda di dunia bisnis saat ini, tampaknya sejak awal mereka sudah terbiasa bersaing untuk mendapatkan sekolah maupun pekerjaan yang terbaik. Mereka pun jauh lebih pandai bernegosiasi dengan pelbagai pihak?suatu hal yang tak mungkin teruji pada perwira ABRI yang terbiasa dengan sistem komando dari atas. Padahal, modal itulah yang dibutuhkan bagi pemimpin di masa depan, yang lebih mengandalkan perdagangan ketimbang perang.

Kekurangan ini disadari benar oleh Herman Ibrahim, Kepala Biro Humas Departemen Dalam Negeri yang bisa masuk ke departemen itu lantaran ditarik oleh Syarwan Hamid. Diakuinya, perwira akan efektif pada tahap-tahap pekerjaan yang memerlukan suatu pergantian yang sifatnya berupa tindakan khusus, seperti memperbaiki sistem. Namun, pada tahap-tahap manajerial yang lebih spesifik, ABRI tak bisa mengerjakan semuanya karena memerlukan keahlian. ”Seperti saya, mungkin untuk tahap-tahap tertentu masih dibutuhkan pengalaman di penerangan kodam. Tapi kalau sudah menyangkut bagaimana konsep dan manajerial kehumasan, saya tak punya latar belakang. Jadi, saya mungkin harus diganti orang lain,” ujarnya. Tapi, Adang Ruchiatna tak sependapat. Menurut Adang, setiap orang punya kelebihan masing-masing. ”Ada juga purnawirawan ABRI yang kinerjanya jauh lebih bagus dibandingkan dengan eksekutif muda,” tandasnya.

Benarkah? Beberapa eksekutif muda yang dihubungi membantahnya. Menurut mereka, para perwira ABRI memang punya kelebihan dibandingkan dengan warga sipil karena disiplin dan menguasai strategi dengan baik. Mereka juga punya kesehatan fisik yang prima. Tapi, di luar itu, para eksekutif itu merasa lebih unggul. Misalnya, dalam kepiawaian bernegosiasi. Menurut seorang eksekutif muda perbankan yang tidak bersedia disebut namanya, karena dunia militer tak mengenal kata kalah, maka para perwira itu tidak mampu menerapkan prinsip win-win yang kini banyak dipakai para eksekutif. ”Mereka juga tidak punya visi bisnis, di samping kurangnya latar belakang bisnis,” ujar Ahmad Mukhlis Yusuf, Direktur PT Citra Industry, yang di usia 33 tahun sudah mengantongi gelar magister manajemen, kepada Agus Hidayat dari TEMPO.

Karena itu, mereka menyarankan agar para perwira ABRI ?yang biasanya mendapat posisi sebagai direktur atau komisaris karena hadiah dari para pemilik perusahaan?hendaknya mengambil training atau sekolah lanjutan sebelum dikaryakan. Jika terbukti gagal, mereka juga harus rendah hati dengan bersedia dicopot; suatu hal yang sulit dilakukan bila mereka berpendapat bahwa kekaryaan inilah kartu pensiun mereka.

Diah Purnomowati, Darmawan S., Hani P.,Hendriko L.W., Raju F.

Kekaryaan ABRI

Jumlah Menteri dari ABRI

Kabinet Pembangunan l : 8 (semua aktif)

Kabinet Pembangunan ll : 6 (semua aktif)

Kabinet Pembangunan lll : 15 (14 aktif + 1 purnawirawan)

Kabinet Pembangunan lV : 17 (4 aktif + 13 purnawirawan)

Kabinet Pembangunan V : 14 (4 aktif + 10 purnawirawan)

Kabinet Pembangunan Vl : 10 (4 aktif + 6 purnawirawan)

Jumlah Gubernur dari ABRI

Pelita l : 19 orang

Pelita ll : 20 orang

Pelita lll : 16 orang

Pelita lV : 14 orang

Pelita V : 12 orang

Leave a comment »

Di Balik Hari Esok

matahari jangan kau berpaling
biarkanlah terang kembali mengisi hariku
jangan kau berhenti
dan putar kembali
tak akan bisa kau ambil jantung ini
berhenti berdetak sampai kau disini kembali
putar waktu kembali

REFF:
Kunyalakan tv dan tenggelam ku dilayar kaca
Membawaku kembali pada waktu itu
Ciuman pertama yang kau rasa
Semua berlalu tanpa terasa
Tak akan semua kembali seperti
Sedia kala disaat semua biasa saja
Membawamu kembali disampingku
Membawaku pergi bersama mu

Dan pastikan
Kau akan kembali
Tak akan bisa kau ambil jantung ini
Berhendi berdetak sampai kau disini kembali
Putar waktu kembali

Aku disini inginkan canda dan tawa
Teriak lepaskan beban terdalam
Belum waktuku ini waktumu bersinar

Leave a comment »

Berdiri Terinjak

Ada kala kuterjatuh, menahan perih
Namun luka yang terus kau hempaskan, kini tak berarti

Kutetap berdiri, apapun kujalani
Kutetap berdiri, apapun kuhadapi

Berdiri, terinjak
Hadapi, hidupku
Berdiri, beranjak
Kau bukan, lawanku
Camkan apa yang kuucap

Biarkan kudisini semua mata kan menatap rendah
Kuakan terus keras bernyanyi

Langitpun kan benderang, menyambut hidup terang

Leave a comment »

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

Comments (1) »